kabarmandala.com — Bupati Jayapura, Mathius Awoitauw mengatakan, masyarakat adat tetap berdiri di atas hasil kekayan, sumber daya alam, potensi lokal mereka sendiri. Tak boleh mengikuti pengaruh-pengaruh di luar dari kampung-kampung adat masing-masing.
Menurut Mathius, masyarakat di dalam kampung adat memiliki batas-batas pemerintahan, batas-batas tanah yang dikelolah secara umum maupun pribadi. Sehingga keberadaan ini memberikan nilai dan harapan bagi masyarakat adat untuk tetap eksis dan kuat diwaktu-waktu mendatang.
“Pemerintah daerah memberikan kewenangan yang penuh kepada masyarakat adat untuk mengatur dan mengurus diri mereka sendiri melalui pemerintahan kampung adat. Oleh sebab itu, tidak bisa ada intervensi dari luar yang masuk ke dalam,” jelas Mathius.
Mathius juga mengatakan, ketika melihat jauh ke belakang sebelum 2013 tepatnya 24 Oktober masyarakat Jayapura melahirkan semangat dan gelora masyarakat dalam hari kebangkitan masyarakat adat di Kabupaten Jayapura. Masyaraat adat dulu hanya sebatas pemadam kebakaran, bahkan sistem dan fungsinya sama sekali tak begitu terlihat dan tidak diakui masyarakat umum bahkan pemerintah daerah.
Menurut Mathius, pemerintah daerah sudah berulang kali mengingatkan agar tanah yang menjadi hak ulayat, sudah tidak lagi diperdagangkan dalam bentuk apapun kepada siapa saja. Karena tanah merupakan aset yang paling berharga yang harus dikelola dengan sebaik mungkin.
“Ketika tanah sudah tidak ada, siapa lagi yang bisa menolong bahkan memberikan bantuan untuk hidup pada waktu-waktu yang akan datang. Kita akan menjadi penonton diatas tanah kita sendiri,” ungkap Mathius.
Sehingga, kata Mathius, pihaknya sangat berharap agar masyarakat adat tetap berdiri di atas jati diri mereka sendiri untuk megelolah semua sumber daya dan potensi yang dimiliki untuk kesejahteraan masyarakat di kampung masing-masing.
Sementara itu, Daniel Toto, Koordinator Dewan Adat Suku (DAS) Kabupaten Jayapura mengatakan, sebagai masyarakat adat, pihaknya tetap melaksanakan apa yang menjadi tugas dan fungsi dalam sebuah sisitem pemerintahan kampung adat.
“Undang-undang 1945, undang-undang desa, undang-undang otonomi khusus sangat menjamin keberadaan kampung adat. Sehingga hal ini menjadi peluan besar bagi masyarakat adat untuk kembali ke kampung dan mengelola apa yang mereka miliki di atas lahan, tanah, dan air mereka,” jelas Daniel.
More Stories
Ketua Forum Komunikasi Umat Beragama Provinsi Papua Imbau Agar Warga Tidak Terpancing Isu Rasisme dan Tetap Jaga Kondusifitas Keamanan Papua
3.200 Mahasiswa di Papua dan Maluku Ikut Berpartisipasi Dalam Indonesia Next 2020
Prioritas Penerima Vaksin Diusulkan Bagi Tenaga Pendidik di Papua